Langkah kaki yang tadinya cepat membelah jalanan rel kereta api
kemudian sedikit melambat. Napasnya agak tersengal, akhirnya aku juga
sedikit melambatkan langkah untuk menyejajarkannya.
“Jalan kaki juga sepertinya bagus untuk kesehatan,” katanya. Aku
sempat berhenti lalu melihat punggungnya yang penuh dengan kucuran
keringat.
Aku baru tersadar kini dirimu sudah beranjak tua Ayah. Terima
kasih karena selama ini telah menjadi pembimbing dan pelindungku dalam
menjalani kehidupan.
Aku mengejarnya.
Rasanya baru kemarin aku berlari di sore hari bersama Ayah. Membelah
jalanan rel kereta api dengan langkah-langkah yang cepat lalu sesaat
meminggirkan diri saat terdengar suara deru kereta api pertanda ia akan
segera lewat. Serasa kemarin aku menangis saat terjatuh untuk mengejar
dan dirimu yang menggendongku disertai cerita lalu hidupmu.
Beberapa tahun telah berlalu, kini aku yang dulunya gadis kecilmu
sudah menjadi gadis dewasa yang selalu meninggalkan rumah tercintanya
untuk menuntut ilmu. Tahun-tahun yang awalnya sulit, namun aku selalu
yakin doamu akan selalu hadir menyertainya.
Tahun-tahun yang kulalui tidaklah sesulit tahun-tahunmu. Ini bukanlah
hal yang berat dibandingkan kisah perjalanan hidupmu yang selalu engkau
ceritakan sebagai pendorong semangat bahwa aku, putrimu juga mampu
melakukan hal yang lebih besar dari itu semua.
Kisah perjalanan hidup yang dimulai dari ketidakhadiran ayah dan ibu.
Engkau selalu kuat meskipun pada awalnya seolah jalanmu tidaklah benar.
Namun, dengan keteguhan dan keinginan yang kuat. Akhirnya seseorang
membawamu pada jalan yang seharusnya.
Kakek yang sudah meninggal sebelum ayah mengingat wajahnya dengan
jelas, serta Ibu yang terpaksa pergi merantau karena keterbatasan
ekonomi demi menghidupi keluarga. Ayah juga merupakan anak tunggal tanpa
saudara yang hidup bergantung pada Paman dan Bibi. Segala hal yang
memberi batasan ruang untuk berekspresikan diri membuatnya tumbuh
menjadi pribadi yang terombang-ambing terbawa pengaruh lingkungan yang
tidak baik.
Ekonomi yang membuatnya terpaksa tidak melanjutkan sekolah dan
bergaul dengan anak-anak lainnya yang juga tidak bersekolah. Hal-hal
kecil yang tidak baik semisal mencuri buah di pekarangan orang lain
menjad cikal bakal tumbuhnya perilaku yang tidak disukai dan tidak
sesuai dengan norma masyarakat.
Ayahku tumbuh dan akhirnya menjadi pemimpin dari sekelompok preman-preman, begitulah ia menyebutnya. Hobinya pada bidang musik ia salurkan dengan membentuk sebuah band dan di sana ia menjadi drumer
abal-abal dengan bantuan teman dekatnya yang merupakan anak dari kepala
desa. Rambutnya yang panjang dan menakutkan sehingga seringkali orang
memanggilnya dengan sebutan macan daerahnya.
Meskipun seringkali mengajak berkelahi orang lain hanya karena alasan
tidak sopan padanya. Namun ayah masih memiliki nurani. Akhirnya hidayah
itu kemudian hadir saat sebuah peristiwa memaksanya hanya mampu
berbaring di tempat tidur selama sebulan. Saat itu, ia mengkhawatirkan
mengenai kematian dan hal yang akan terjadi setelahnya seperti yang
pernah tak sengaja ia dengar di pengajian ibu-ibu masjid.
Beberapa lama saat Alloh masih memberinya kesempatan untuk memiliki
kehidupannya kembali, ia membubarkan band yang dibentuknya sendiri.
Kemudian mulai menyibukkan diri dengan membaca berbagai buku islami yang
biasanya ada di masjid-masjid. Kebiasaan itu berhenti tatkala seseorang
menegurnya dengan bijak.
“Jika ingin mendapatkan ilmu agama yang sesungguhnya, carilah seorang guru.”
Tanpa berbekal apapun, uang ataupun kesiapan. Ayah mendatangi sebuah
pesantren yang terdekat dari daerahnya. Semangat kesungguhan dan
ketangguhan yang ia miliki, akhirnya ia mengabdikan diri pada kiyai yang
berada di sana.
Meskipun pada akhirnya sedikit ilmu yang ia miliki dan ingin dibagi
ditolak mentah-mentah oleh masyarakat kampungnya. Alasannya sederhana,
karena dulunya beliau bukanlah orang yang dapat dipercaya. Seringkali ia
bertanya pada kiyai dan menyampaikan jawaban kiyai tersebut, namun
tetap saja rasa percaya itu sulit hadir karena masa lalu.
Setidaknya saat ini sudah jauh lebih baik saat Ayah memutuskan
membuka pengajian anak-anak. Sedikit demi sedikit anak-anak semakin
bertambah, dan orang tua mereka akhirnya terketuk hatinya. Perjuangan
itu mungkin tidak akan bisa dilalui tanpa kehadiran Ibu di sampingnya.
Bidadari tersebut masih merupakan kerabat kiyai yang tanpa sengaja
dijodohkan oleh teman-teman di pesantren akibat usia Ayah yang saat itu
masuk pesantren sudah dianggap tertua.
Tentu saja aku juga hadir dan semakin membahagiakan keluarga kami.
Bahkan sekarang aku memiliki tiga orang adik. Tahun-tahun itu kini sudah
berlalu, bergantikan dengan tahun-tahun yang penuh dengan harapan dan
impian baru. Impianmu Ayah, akan ku wujudkan. Terus menebarkan kebaikan
kepada setiap orang.
Aku hanya bisa menangis tertahan saat punggung tua tegap yang telah
memikul berbagai macam beban kini basah oleh keringat. Bukan hanya
karena lari sore yang kami lakukan, tapi juga kisah yang telah ia lalui.
#ParaPencariCahayaKehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar