Jumat, 04 September 2015

Komitmen yang Diabaikan



Aku mengikuti beberapa organisasi maupun kepanitiaan. Alasannya karena ingin mendapat pengalaman dan ilmu ketika nanti terjun di masyarakat luas.
Ketika lolos melalui tahap berkas, aku melanjutkan lagi ke tahap wawancara. Ketika berada di tahap itu, ada sebuah pertanyaan yang tidak asing aku dengar. Selalu dipertanyakan.
“Berapa persen komitmenmu ikut ini?” Tanya seorang pewawancara.
Dengan senyum yang selalu tidak terlepas dari wajahku, aku berkata, “88%” dengan lantang.
Selalu. Dengan pertanyaan yang sama dan dengan jawaban yang sama pula. Sebanyak 88%. Alasannya sangat sederhana, karena aku menyukai angka tersebut. Sebuah angka yang tidak akan putus selain angka 0 yang tidak berarti jika sendiri.
Komitmen yang selalu mereka bicarakan. Aku penasaran mengapa selalu ditanyakan sebelum masuk organisasi atau kepanitiaan. Apa mereka tidak ingin dipertengahan jalan menuju visi mereka yang hendak dicapai tiba-tiba saja ada yang menarik diri? Selalu ada, meskipun dengan komitmen besar yang mereka bawa di awal.
Ada saatnya mereka jenuh dengan kegiatan yang mereka lakukan. Membutuhkan waktu untuk sendiri dan memikirkan hingga akhirnya menghilang diantara anggota yang lainnya. Bukanlah hal yang aneh.
Seperti yang aku rasakan, ketika aku memutuskan untuk mengikuti sebuah organisasi atau kepanitiaan, aku selalu berkomitmen untuk teru berada di sana sampai akhir, meskipun dengan jawaban persen komitmen yang sama.
Bagiku, persen komitmen itu tidak terlalu berarti. Karena setiap organisasi maupun kepanitiaan yang aku ikuti tidaklah bisa dibagi dari 100% yang sempurna. Mereka semua sama penting sepenting arti diriku bagi mereka. Mereka semua sama-sama bernilai 88%, nilai yang selalu aku sukai selama aku menikmati berada di sana.
Masalahnya, ketika seseorang atau bahkan dua orang tidak lagi memegang komitmen mereka lalu lambat laun mereka akhirnya menghilang, itu bukanlah salah mereka. Ketika mereka masuk mereka tahu konsekuesi yang akan terjadi nanti. Mereka berkomitmen, aku yakin.
Kesalahannya terletak pada organisasi atau kepanitiaan itu sendiri. Mengapa seperti itu? Aku juga merasakan. Saat dimana kau merasa berarti di suatu tempat, merasa dihargai dan dirangkul. Bagaimanapun, ketika visi itu telah selesai dan ada regenerasi, kami masih saling merindukan saat-saat ketika menjabat.
Beda halnya dengan di suatu tempat lain. Ketika kau diacuhkan, tidak dirangkul. Ketika lambat laun menghilang tidak ditanyakan hingga akhirnya baru tersadar jika salah satu anggota telah mengundurkan diri. Bukanlah organisasi ataupun kepanitiaan yang aku ingin ikuti.
Mereka terlalu memikirkan visi dan tujuan hingga lupa pada orang-orang yang bergerak bersamanya. Aku juga pernah merasakannya. Tapi ketika seseorang mengundurkan diri, aku akan tetap ada di sana. Meskipun dengan perasaan seolah orang lain yang tidak dianggap. Hanya hingga sampai visi itu terwujud. Sesuai dengan komitmen yang ku ungkapkan di awal. Meskipun semakin hari komitmen itu semakin tergerus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar