Aku mengikuti beberapa
organisasi maupun kepanitiaan. Alasannya karena ingin mendapat pengalaman dan
ilmu ketika nanti terjun di masyarakat luas.
Ketika lolos melalui
tahap berkas, aku melanjutkan lagi ke tahap wawancara. Ketika berada di tahap
itu, ada sebuah pertanyaan yang tidak asing aku dengar. Selalu dipertanyakan.
“Berapa persen
komitmenmu ikut ini?” Tanya seorang pewawancara.
Dengan senyum yang
selalu tidak terlepas dari wajahku, aku berkata, “88%” dengan lantang.
Selalu. Dengan
pertanyaan yang sama dan dengan jawaban yang sama pula. Sebanyak 88%. Alasannya
sangat sederhana, karena aku menyukai angka tersebut. Sebuah angka yang tidak
akan putus selain angka 0 yang tidak berarti jika sendiri.
Komitmen yang selalu
mereka bicarakan. Aku penasaran mengapa selalu ditanyakan sebelum masuk
organisasi atau kepanitiaan. Apa mereka tidak ingin dipertengahan jalan menuju
visi mereka yang hendak dicapai tiba-tiba saja ada yang menarik diri? Selalu
ada, meskipun dengan komitmen besar yang mereka bawa di awal.
Ada saatnya mereka
jenuh dengan kegiatan yang mereka lakukan. Membutuhkan waktu untuk sendiri dan
memikirkan hingga akhirnya menghilang diantara anggota yang lainnya. Bukanlah
hal yang aneh.
Seperti yang aku
rasakan, ketika aku memutuskan untuk mengikuti sebuah organisasi atau
kepanitiaan, aku selalu berkomitmen untuk teru berada di sana sampai akhir,
meskipun dengan jawaban persen komitmen yang sama.
Bagiku, persen komitmen
itu tidak terlalu berarti. Karena setiap organisasi maupun kepanitiaan yang aku
ikuti tidaklah bisa dibagi dari 100% yang sempurna. Mereka semua sama penting
sepenting arti diriku bagi mereka. Mereka semua sama-sama bernilai 88%, nilai
yang selalu aku sukai selama aku menikmati berada di sana.
Masalahnya, ketika
seseorang atau bahkan dua orang tidak lagi memegang komitmen mereka lalu lambat
laun mereka akhirnya menghilang, itu bukanlah salah mereka. Ketika mereka masuk
mereka tahu konsekuesi yang akan terjadi nanti. Mereka berkomitmen, aku yakin.
Kesalahannya terletak
pada organisasi atau kepanitiaan itu sendiri. Mengapa seperti itu? Aku juga
merasakan. Saat dimana kau merasa berarti di suatu tempat, merasa dihargai dan
dirangkul. Bagaimanapun, ketika visi itu telah selesai dan ada regenerasi, kami
masih saling merindukan saat-saat ketika menjabat.
Beda halnya dengan di
suatu tempat lain. Ketika kau diacuhkan, tidak dirangkul. Ketika lambat laun
menghilang tidak ditanyakan hingga akhirnya baru tersadar jika salah satu
anggota telah mengundurkan diri. Bukanlah organisasi ataupun kepanitiaan yang
aku ingin ikuti.
Mereka terlalu
memikirkan visi dan tujuan hingga lupa pada orang-orang yang bergerak
bersamanya. Aku juga pernah merasakannya. Tapi ketika seseorang mengundurkan
diri, aku akan tetap ada di sana. Meskipun dengan perasaan seolah orang lain
yang tidak dianggap. Hanya hingga sampai visi itu terwujud. Sesuai dengan
komitmen yang ku ungkapkan di awal. Meskipun semakin hari komitmen itu semakin
tergerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar