Senin, 07 September 2015

Semua Itu Karena Uang




Gadis itu menangis saat langit gelap gulita. Ia sedang berada di lantai atas sebuah rumah mewah. Bukan, ini bukanlah rumahnya. Mereka juga bukan keluarganya, hanya saudara yang cukup jauh.
“Kak, disuruh ke bawah!” Suara seseorang dari lantai bawah terdengar menggema. Memang selalu seperti itu. Menyuruh anak gadisnya untuk berteriak meminta ke bawah, namun kali ini ia ingin sendiri sebentar saja.

“Kakak sedang menerima telepon, di lantai bawah tidak ada sinyal.” Elak gadis itu. Memang pada awalnya ia naik ke lantai tiga itu karena mencari sinyal. Tapi, ia teringat sesuatu. Tepat saat ia datang ke rumah itu. 

Tidak ada sapaan, tidak ada senyuman, tidak ada kebahagiaan. Seolah kedatangannya memang tidak diharapkan di sini.

Semua ini mungkin karena uang. Yah, uang.

Beberapa orang selalu berkata jika uang itu bukanlah sumber kebahagiaan. Tapi pada kenyataannya, gadis itu bersedih karena uang. Alasannya ke sini bukan untuk berlibur seperti yang ia nyatakan. Karena pada akhirnya ia hanya akan tinggal diam di rumah ini, tidak kemana pun. Meskipun rumah mewah ini berada di tengah-tengah kota. Tidak ada yang mengajaknya untuk liburan. Hanya di rumah, mengerjakan setiap pekerjaan rumah setiap hari.

Alasan sebenarnya ia ke sini karena ia akan pergi menuntut ilmu kembali. di sebuah daerah yang cukup jauh dan membutuhkan biaya yang tidaklah sedikit untuk ke sana. Ia hanya berharap dengan kehadirannya di sini, membantu pekerjaan rumah, ia dapat dibekali oleh pemilik rumah itu. Bagaimana pun mereka tetaplah keluarganya.

Selain itu, gadis itu juga ingin berbakti. Ya, ia dapat menyelesaikan sekolah dan kini sedang kuliah dengan beasiswa karena mereka juga. Saat ia akan masuk ke sebuah sekolah dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, ayahnya berusaha mencari pinjaman dan merekalah yang membantu. Meskipun mungkin bagi mereka jumlahnya tidaklah seberapa. Namun itu sangat berarti bagi kelanjutan sekolahnya.

Ia menangis. Ya, uang. Mungkin karena uang.  Ia bisa di sini dan menangis. Karena uang nenek rela meminjam uang untuk menyuguhkan pelayanan terbaik ketika keluarga ini datang dengan harapan ia akan diberi uang untuk menutupi hutang tersebut.  Karena uang gadis itu ke sini dan berharap diberi beberapa lembar uang untuk bertahan hidup di daerah orang lain nanti.

Sebenarnya bukan hal ini yang ia harapkan. Dulu ia berniat untuk mencari kerja setelah keluar dari sekolah. 

Apa yang seharusnya ia lakukan. Sebelum ia dinasehati oleh gurunya untuk melanjutkan sekolah. Hal yang sebenarnya ia inginkan adalah demi keluarganya. Demi ketiga adiknya yang juga sedang bersekolah. Ia ingin bekerja mencari uang untuk biaya pendidikan mereka. Biarlah mereka yang sekolah setinggi mungkin, biarlah mereka yang bahagia. Hal tersebut sudah membuat gadis itu sangat bahagia. Namun takdir berkata lain setelah ia mendapat pengumuman diterima di salah satu perguruan tinggi terkemuka di negara ini. Hal itu tidak dapat dihindarkan ketika semua gurunya mendorongnya untuk terus melanjutkan pendidikan.

Kini gadis itu sudah menjadi seorang mahasiswa. Sebuah status yang dapat dibanggakan keluarganya. 

Memperbaiki cara pandang tetangga terhadap keluarganya. Meskipun ia dan keluarga tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada siapapun namun berita itu sudah menyebar dengan cepat. Untuk sejenak ia bahagia ketika keluarganya kini mulai disapa dan dipandang.

Hal itu tidak banyak merubah apapun. Tetap saja keluarganya seperti itu. Ia tidak dapat banyak membantu selain belajar dengan giat. Bahkan sebaliknya, biaya hidupnya kini ditanggung keluarga meskipun ada beasiswa. Karena banyak hal yang harus dibayarkan. Uang masih menjadi masalah. Kehidupan keluarganya akan berubah jika ia bisa mendapatkan uang. Masih lama. Ia masih harus belajar sebelum menyelesaikan perkuliahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar