Sekarang
mari ku perkenalkan ketiga adikku yang cantik.
Aku
adalah anak sulung dari empat bersaudara. Kami semua anak perempuan yang hanya
berjarak usia sekitar dua tahunan. Itulah yang membuat kami tumbuh menjadi
gadis-gadis secara bersamaan.
Namaku
Siti Jannah Nuraisyah, biasanya orang memanggilku Jannah. Sebenarnya nama
populerku adalah Jane. Sekarang aku adalah seorang mahasiswi di salah satu
perguruan tinggi di kota Bogor. Kota perantauanku kini. Tubuhku mungil, itulah
yang membuatku tidak tampak seperti seorang kakak. Kata orang juga wajahku lucu
dan imut, meskipun menurutku wajahku ini anggun. Oke, aku hanya bercanda.
Kepribadianku? Mungkin orang yang sudah mengenalku yang lebih bisa menilai
semua itu. Yang jelas, aku senang memiliki teman baru, selalu tersenyum dan
memberikan energy positif pada orang lain.
Oh
iya, sekarang mari ku perkenalkan ketiga adik cantikku. Mereka selalu ku
panggil Ade, Enur dan Iput. Aku akan menjelaskannya satu per satu.
Ade,
sebenarnya memiliki nama asli Siti Aminah Nur Syaidah. Alasan kenapa aku
memanggilnya Ade karena ia adalah adik pertamaku. Jelas harus ku panggil Ade.
Namun panggilan itu tetap berlangsung meskipun ia sudah memiliki adik lagi.
Mungkin karena kesalahanku adik-adik lainnya memanggilnya Ade juga tanpa awalan
Kakak atau Teteh, sungguh tidak sopan. Jangan ditiru.
Tahun
ini usianya sudah menginjak 17 tahun. Masa-masa remaja tapi sebenarnya dia
masih memiliki kelakuan seperti anak kecil. Duduk di kelas XII di sebuah
sekolah swasta tidak jauh dari tempat tinggal kami. Dia ingin berkuliah sama
seperti kakaknya yang menjadi teladan baginya. Mimpinya adalah memiliki sebuah
took butik dengan rancangannya dia sendiri. Hal itu ku ketahui ketika aku
melihat Barbie-barbie kami yang selalu memiliki baju baru yang indah ketika
hari raya idul fitri tiba.
Mungkin
hobinya adalah memasak. Hal itu yang sering ia lakukan di rumah. Tidak pernah
memberiku kesempatan untuk mencoba memasak. Katanya takut hasilnya tidak enak.
Maka dari itu aku lebih sering membersihkan rumah daripada memasak.
Emosinya
sangat labil, mungkin karena efek remaja. Ia sering marah meledak-ledak dan
berteriak, meskipun jika sejujurnya akulah yang menggodanya. Kisah asmaranya
begitu semu, tidak pernah ia bercerita tentang seseorang pun padaku.
Sejujurnya, meskipun di rumah ia tampak ganas tapi di luar ia sangat pemalu.
Teman-temannya di sekolah tidak akan menyangka jika Ade ini adalah orang yang
seperti itu.
Hal
yang paling tidak aku suka darinya adalah menerima kenyataan bahwa dia lebih
tinggi dan lebih cantik dariku.
Nurfatma
Rohimah yang sering di panggil Enur adalah adikku yang selanjutnya. Tidak
seperi Ade yang memiliki kebalikan sifat di dalam dan di luar rumah. Enur
memiliki sifat yang sama. Pemalu, pendiam dan tidak bergairah.
Aku
tidak begitu mengetahui bagaimana keadaan Enur di sekolah, karena ia TIDAK
PERNAH membawa satu pun temannya ke rumah, malu katanya. Selalu diam,
menyendiri, sungguh tidak menyenangkan
Hal
yang suka ia lakukan di rumah adalah pergi ke kamar, lalu membuka ponsel,
kemudian bermain game. Tidak seperti teman-teman lainnya yang suka smsan atau
telponan. Enur lebih suka bermain game yang menantang, dan kuakui dia hebat
memainkannya.
Bapak
pernah berkata padaku jika Enur ini adalah yang paling pintar diantara kami,
hanya saja ia malas belajar. Terkadang ada hal yang selalu ia tanyakan yang
membuatku tidak mengerti. Seperti pertanyaan mengapa ada boneka yang bisa
berbicara ketika ditekan perutnya, itu bonekaku. Karena aku tidak memberinya
jawaban yang memuaskan ia kemudian memutilasi boneka tersebut dan tidak bisa
mengembalikannya ke bentuk semula.
Sekarang
ia duduk di kelas IX di sebuah sekolah negeri tempatku dulu menimba ilmu.
Ketika ku tanyakan jika ia bisa kuliah, ia ingin masuk jurusan apa? Ia hanya
menjawab, “Ketika Kakak seusiaku, apakah Kakak pernah memikirkan ingin kuliah
dimana?”. Tentu saja aku menjawab tidak, bahkan bangku SMA pun belum ia masuki.
Dengan kesal aku merutuki karena tampak bodoh di depannya. Jika berbicara
mengenai asmara, adikku ini juga tidak pernah bercerita apapun. Ia hanya
menuliskan nama seseorang di berbagai tempat dengan menggunakan huruf korea.
Berusaha supaya orang lin tidak dapat membacanya, tapi aku bisa.
Adikku
paling bungsu bernama Nurulkarimah Latifah. Tapi panggilannya Iput, aku tidak
tahu berasal dari mana. Sekarang ia sudah memasuki dunia SMP, tepatnya kelas
VII di sekolah yang sama dengan Enur. Aku yakin Enur tidak ingin
membicarakannya.
Berbeda
dengan kedua adikku yang lainnya. Iput tampak lebih aktif dan membaur dengan
teman-temannya. Ia juga tumbuh lebih cepat dibanding yang lainnya. Tinggi
tubuhnya hampir mendekati kami bertiga yang lebih tua. Iput lebih suka bergaul
dengan tetangga.
Yang
tidak ku sukai dari Iput adalah dia yang suka memberiku komentar pedas tanpa
solusi. Dia selalu mengkritik penampilanku, ketika aku belum mandi. Aku saja
yang jarang berias terkalahkan oleh Iput yang memiliki banyak riasan wajah.
Remaja belum saatnya.
Ketika
ada di rumah hal yang sering kami lakukan adalah Aku yang membersihkan, Ade
yang memasak, Enur yang menyendiri di kamar dengan gamenya dan Iput yang
bermain bersama teman entah pergi kemana. Itulah kami, empat bersaudara yang
memiliki karakter unik dan berbeda. Tapi satu hal, ketika malam tiba maka kami
akan saling bercerita dan tertawa bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar