Kamis, 03 September 2015

Adik Cantikku (real story)



Sekarang mari ku perkenalkan ketiga adikku yang cantik.
Aku adalah anak sulung dari empat bersaudara. Kami semua anak perempuan yang hanya berjarak usia sekitar dua tahunan. Itulah yang membuat kami tumbuh menjadi gadis-gadis secara bersamaan.
Namaku Siti Jannah Nuraisyah, biasanya orang memanggilku Jannah. Sebenarnya nama populerku adalah Jane. Sekarang aku adalah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di kota Bogor. Kota perantauanku kini. Tubuhku mungil, itulah yang membuatku tidak tampak seperti seorang kakak. Kata orang juga wajahku lucu dan imut, meskipun menurutku wajahku ini anggun. Oke, aku hanya bercanda. Kepribadianku? Mungkin orang yang sudah mengenalku yang lebih bisa menilai semua itu. Yang jelas, aku senang memiliki teman baru, selalu tersenyum dan memberikan energy positif pada orang lain.
Oh iya, sekarang mari ku perkenalkan ketiga adik cantikku. Mereka selalu ku panggil Ade, Enur dan Iput. Aku akan menjelaskannya satu per satu.
Ade, sebenarnya memiliki nama asli Siti Aminah Nur Syaidah. Alasan kenapa aku memanggilnya Ade karena ia adalah adik pertamaku. Jelas harus ku panggil Ade. Namun panggilan itu tetap berlangsung meskipun ia sudah memiliki adik lagi. Mungkin karena kesalahanku adik-adik lainnya memanggilnya Ade juga tanpa awalan Kakak atau Teteh, sungguh tidak sopan. Jangan ditiru.
Tahun ini usianya sudah menginjak 17 tahun. Masa-masa remaja tapi sebenarnya dia masih memiliki kelakuan seperti anak kecil. Duduk di kelas XII di sebuah sekolah swasta tidak jauh dari tempat tinggal kami. Dia ingin berkuliah sama seperti kakaknya yang menjadi teladan baginya. Mimpinya adalah memiliki sebuah took butik dengan rancangannya dia sendiri. Hal itu ku ketahui ketika aku melihat Barbie-barbie kami yang selalu memiliki baju baru yang indah ketika hari raya idul fitri tiba.
Mungkin hobinya adalah memasak. Hal itu yang sering ia lakukan di rumah. Tidak pernah memberiku kesempatan untuk mencoba memasak. Katanya takut hasilnya tidak enak. Maka dari itu aku lebih sering membersihkan rumah daripada memasak.
Emosinya sangat labil, mungkin karena efek remaja. Ia sering marah meledak-ledak dan berteriak, meskipun jika sejujurnya akulah yang menggodanya. Kisah asmaranya begitu semu, tidak pernah ia bercerita tentang seseorang pun padaku. Sejujurnya, meskipun di rumah ia tampak ganas tapi di luar ia sangat pemalu. Teman-temannya di sekolah tidak akan menyangka jika Ade ini adalah orang yang seperti itu.
Hal yang paling tidak aku suka darinya adalah menerima kenyataan bahwa dia lebih tinggi dan lebih cantik dariku.
Nurfatma Rohimah yang sering di panggil Enur adalah adikku yang selanjutnya. Tidak seperi Ade yang memiliki kebalikan sifat di dalam dan di luar rumah. Enur memiliki sifat yang sama. Pemalu, pendiam dan tidak bergairah.
Aku tidak begitu mengetahui bagaimana keadaan Enur di sekolah, karena ia TIDAK PERNAH membawa satu pun temannya ke rumah, malu katanya. Selalu diam, menyendiri, sungguh tidak menyenangkan
Hal yang suka ia lakukan di rumah adalah pergi ke kamar, lalu membuka ponsel, kemudian bermain game. Tidak seperti teman-teman lainnya yang suka smsan atau telponan. Enur lebih suka bermain game yang menantang, dan kuakui dia hebat memainkannya.
Bapak pernah berkata padaku jika Enur ini adalah yang paling pintar diantara kami, hanya saja ia malas belajar. Terkadang ada hal yang selalu ia tanyakan yang membuatku tidak mengerti. Seperti pertanyaan mengapa ada boneka yang bisa berbicara ketika ditekan perutnya, itu bonekaku. Karena aku tidak memberinya jawaban yang memuaskan ia kemudian memutilasi boneka tersebut dan tidak bisa mengembalikannya ke bentuk semula.
Sekarang ia duduk di kelas IX di sebuah sekolah negeri tempatku dulu menimba ilmu. Ketika ku tanyakan jika ia bisa kuliah, ia ingin masuk jurusan apa? Ia hanya menjawab, “Ketika Kakak seusiaku, apakah Kakak pernah memikirkan ingin kuliah dimana?”. Tentu saja aku menjawab tidak, bahkan bangku SMA pun belum ia masuki. Dengan kesal aku merutuki karena tampak bodoh di depannya. Jika berbicara mengenai asmara, adikku ini juga tidak pernah bercerita apapun. Ia hanya menuliskan nama seseorang di berbagai tempat dengan menggunakan huruf korea. Berusaha supaya orang lin tidak dapat membacanya, tapi aku bisa.
Adikku paling bungsu bernama Nurulkarimah Latifah. Tapi panggilannya Iput, aku tidak tahu berasal dari mana. Sekarang ia sudah memasuki dunia SMP, tepatnya kelas VII di sekolah yang sama dengan Enur. Aku yakin Enur tidak ingin membicarakannya.
Berbeda dengan kedua adikku yang lainnya. Iput tampak lebih aktif dan membaur dengan teman-temannya. Ia juga tumbuh lebih cepat dibanding yang lainnya. Tinggi tubuhnya hampir mendekati kami bertiga yang lebih tua. Iput lebih suka bergaul dengan tetangga.
Yang tidak ku sukai dari Iput adalah dia yang suka memberiku komentar pedas tanpa solusi. Dia selalu mengkritik penampilanku, ketika aku belum mandi. Aku saja yang jarang berias terkalahkan oleh Iput yang memiliki banyak riasan wajah. Remaja belum saatnya.
Ketika ada di rumah hal yang sering kami lakukan adalah Aku yang membersihkan, Ade yang memasak, Enur yang menyendiri di kamar dengan gamenya dan Iput yang bermain bersama teman entah pergi kemana. Itulah kami, empat bersaudara yang memiliki karakter unik dan berbeda. Tapi satu hal, ketika malam tiba maka kami akan saling bercerita dan tertawa bersama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar