Sore
itu suara kumandang pertanda adzan maghrib sudah terdengar. Namun kami masih
berdiskusi untuk menentukan pertunjukan apa yang akan kami lakukan nanti di
kemudian hari.
Membosankan.
Aku
hanya menjadi pendengar setia. Tidak tahu apa-apa pada awalnya.
“Untuk
perlengkapannya sudah siap?” Suara seorang pemuda yang bertanya.
Suara
pemuda lainnya yang menjawab. Suara pemuda lagi. Lagi dan lagi.
Kenyataannya
memang hampir semua yang hadir di forum diskusi ini adalah laki-laki,
selanjutnya hanya aku dan satu teman perempuanku yang sibuk dengan layar
laptopnya, tidak memperhatikan sama sekali.
Sesungguhnya
ini adalah sebuah forum diskusi para ketua yang sudah jelas ditentukan adalah
seorang laki-laki. Tapi aku harus bagaimana ketika tiba-tiba saja ketua kami
sedang memiliki sebuah urusan penting dan aku yang harus menggantikannya.
Kebetulan
sedang ada waktu kosong. Akhirnya aku menyanggupi dengan menunggu hampir satu
jam demi melihat semua ketua dari tiap kelompok hadir semua.
Aku
sudah mati kebosanan sejak tadi menunggu.
Namun
menunggu kali ini tidak akan ku biarkan lagi. Adzan maghrib sudah meminta kita
untuk segera melaksanakan shalat sementara mereka masih berdiskusi karena ketua
kelompok terakhir akhirnya datang juga.
Aku
berinisiatif untuk terlebih dahulu shalat, sepertinya mereka masih lama.
Padahal, waktu untuk shalat maghrib sangatlah sedikit.
Aku
mengambil air wudhu, cukup lama bagi seorang perempuan dibandingkan laki-laki.
Setelah itu aku bergegas ke sebuah mushola kecil yang terdekat di sana, mushola
yang hanya bisa diisi oleh dua shaf kecil dengan imam yang paling depan.
Setelah
tiba aku melihat dua orang laki-laki yang akan melaksanakan shalat jamaah,
dengan spontan aku berteriak, “Tunggu, ikut jamaah.”
Kami
akhirnya shalat jamaah dengan satu orang menjadi imam, satu lagi tepat di
belakang imam shaf pertama dan aku sendiri di pojok kanan tepat di shaf kedua.
Mushola ini sangat kecil, bahkan tidak ada hijab diantara kami.
Rakaat
pertama telah selesai. Tiba-tiba saja sekumpulan ketua kelompok yang tadi sedang
berdiskusi mulai berdatangan, mengikuti jamaah kami.
Mereka
banyak sekali. Tapi bukan itu masalahnya. Mushola ini terlalu kecil untuk
menampung kami. Setelah shaf pertama terisi penuh, beberapa laki-laki akhirnya
memutuskan shalat di shaf kedua, bersamaku namun di pojok sebelah kiri. Aku
mulai tidak menikmati posisiku sekarang. Shalat jamaah dengan aku satu-satunya
perempuan di sana. Bahkan satu shaf dengan laki-laki.
Setelah
shalat, mereka yang shalat terlambat mulai mengganti kekurangan rakaat. Sedangkan
aku langsung bergegas merapihkan mukena dan keluar dari sana.
Aku
melihat teman perempuanku yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya, “Kau
tidak shalat?” Tanyaku penasaran. Andai dia juga datang ke mushola itu,
setidaknya aku punya teman jamaah perempuan di sana.
“Sedang
berhalangan.” Jawabnya singkat.
Aku
yang masih bimbang dengan kejadian yang barusan terjadi akhirnya bertanya pada
temanku yang mengerti melalui media sosial. Karena menunggu jawabannya lama aku
bertanya lagi pada dua orang lainnya. Salah satunya malah menertawaiku karena
aku yang bisa berada dalam situasi canggung seperti itu. Tapi Alhamdulillah
mereka memberikan jawaban yang sama.
Sepulangnya
aku juga bertanya pada teman satu kostku seusai kami shalat isya berjamaah.
Jawabannya pun sama, kini aku tidak ragu lagi pada kejadian semacam itu. Tapi
untuk kedepannya sebaiknya aku hindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar