Sabtu, 05 September 2015

Koneksi Lemot, Teman pun Lelet




Pagi itu aku sengaja bangun lebih awal. Ceritanya kami akan pergi ke sebuah tempat yang memiliki koneksi wifi yang kencang, pencarian kami berakhir pada sebuah tempat yang jaraknya cukup jauh. Aku sudah membuat janji dengan seseorang untuk pergi bersamanya. Satu jam lagi menuju waktu yang kami tentukan aku mulai bersiap-siap untuk pergi.
Aku menunggu. Yah, aku sudah siap lebih awal dari perkiraan lalu kemudian pergi ke tempat temanku. Jarak rumahnya tidak begitu jauh.
Setelah tiba di rumahnya, ia mempersilahkanku masuk. Betapa terkejutnya aku ketika memperhatikan penampilannya yang acak-acakan khas wajah orang yang baru bangun.
“Kau sudah mandi?” Tanyaku penasaran dengan penampilannya. Jangan-jangan ia lupa dengan janji yang telah kami buat semalam melalui sosial media.
Aku dapat bernafas lega ketika ia mengangguk, itu berarti ia hanya perlu mengganti pakaian dan bersolek sedikit. Aku memutuskan untuk menunggunya di luar saja.
Beberapa menit kemudian berlalu. Aku dapat melihat beberapa temanku yang lain telah melintas di hadapanku. Mereka juga sedang mencari koneksi untuk internet. Kami akan memilih beberapa mata kuliah melalui online dan pastinya kami akan berebut untuk mendapatkan jam yang paling baik.
Ada teman yang melihatku melamun lalu kemudian menyapaku, “Hai, mau ikut bareng kami?” Katanya menawarkan. Aku bahagia lalu kemudian menyusul langkah mereka.
“Kau menunggu dia kan? Mana dia?” Oh iya, hamper aku lupa tujuanku ke rumah ini. Betapa lama aku menunggunya, padahal sedari tadi aku sudah bersiap. Takutnya, wifi telah banyak yang menggunakan.
“Kalian duluan saja. Aku sudah membuat janji untuk pergi bersama orang lain.” Kataku lemas. Aku berbalik kembali ke rumah itu dan untungnya aku sudah melihatnya keluar, bersiap-siap menggunakan sepatunya. Kami bisa pergi bersama pada akhirnya.
Kami tiba di tempat ini setelah perjalanan yang cukup melelahkan dengan berjalan kaki. Benar saja, karena kami pergi agak siang, tempat ini telah penuh oleh orang-orang pemburu wifi juga. Ah, sayang sekali.
Laptop pun akhirnya aku buka, bersamaan dengan laptopnya. Aku berusaha mencari-cari wifi yang memiliki koneksi yang kencang. Namun beberapa lama aku menunggu wifi tersebut tidak sampai ke laptopku. Aku lupa, beberapa minggu terakhir laptopku memang agak bermasalah. Mulai dari wallpaper yang tidak dapat diganti dan suara yang tidak bisa terdengar ketika aku menyalakan music. Memang sudah sepantasnya laptop tua ini segera berganti.
Dengan hati yang kesal aku menutup kembali laptopku. Membawanya seakan aku hanya membawa aksesoris yang tidak dapat digunakan. Kini aku hanya menggunakan ponselku yang terhubung ke internet namun dengan baterai yang sangat minim lagi.
Aku bertanya pada teman sebelahku, “Sudah bisa masuk ke webnya?”
Hanya helaan nafas berat dan gelengan yang aku terima.
Kejadian itu sudah berlangsung hampir sejam kemudian, ponselku sudah mati dan aku sangat bosen setengah mati di sini.
Aku tanya lagi, “ Sudah masuk?”
“Belum bisa,” seperti jawabannya yang terakhir kali aku dengar.
“Sini, coba aku yang pasangkan,” aku menawarkan diri. Mencoba-coba laptop yang memang susah untuk dipasangkan wifi karena banyaknya yang sedang menggunakan wifi ini. Setelah sekitar setengah jam berlalu akhirnya kami bisa masuk ke web tersebut.
Aku mengembalikan laptopnya, “Nih, coba isi punyamu dulu nanti aku pinjam,”
Dia mengangguk lalu kemudian mengeluarkan selembar jadwal kuliah yang telah ia susun mungkin beberapa waktu yang lalu. Aku kembali memperhatikan.
Lama sekali. Lama sekali memilih jadwal dan tempat padahal ia sudah merencanakan sejak lama.
“Lebih baik di tempat ini atau ini?”
“Pagi atau siang ya? Jika pagi nanti tidak bisa sarapan dulu, tapi jika siang nanti kuliahnya ngantuk,”
“Apalagi ya yang mau diambil?”
“Lebih baik berapa sks?”
“Tahu tidak ruangan ini?”
Aku hanya bisa mendengus kesal sambil mendengarkan dan menjawab sekenanya, “Terserah kamu aja,” lalu kemudian ia bingung kembali.
“Sudah?”
“Sebentar lagi,” ia masih memikirkan beberapa hal. “Baterai laptopku sedikit lagi, bawa charger?”
Aku mengeluarkan charger yang memang sudah ku persiapkan sjak pagi. Tapi sayangnya merk laptop kita berbeda.
“Berapa lagi?”
“36%”
Aku segera mengambil laptopnya karena ia sudah mengisi jadwal sejak tadi. Aku pun bergegas mengambil mata kuliah yang biasanya menjadi rebutan lalu kemudian mengambil mata kuliah wajib. Sangat cepat. Saking cepatnya aku bahkan tidak memikirkan dan tidak tahu dimana ruangan yang aku pilih berada. Pikiranku hanya satu. Setelah mengisi aku bisa tenang.
Kemudian ketika aku mengedit beberapa karena saking asalnya. Aku menatap temanku.
“Kok ini susah di klik?” Aku panic.
Beberapa waktu kemudian layarnya mati.
“Habis baterai.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar