Pagi
itu aku sengaja bangun lebih awal. Ceritanya kami akan pergi ke sebuah tempat
yang memiliki koneksi wifi yang kencang, pencarian kami berakhir pada sebuah
tempat yang jaraknya cukup jauh. Aku sudah membuat janji dengan seseorang untuk
pergi bersamanya. Satu jam lagi menuju waktu yang kami tentukan aku mulai
bersiap-siap untuk pergi.
Aku
menunggu. Yah, aku sudah siap lebih awal dari perkiraan lalu kemudian pergi ke
tempat temanku. Jarak rumahnya tidak begitu jauh.
Setelah
tiba di rumahnya, ia mempersilahkanku masuk. Betapa terkejutnya aku ketika
memperhatikan penampilannya yang acak-acakan khas wajah orang yang baru bangun.
“Kau
sudah mandi?” Tanyaku penasaran dengan penampilannya. Jangan-jangan ia lupa
dengan janji yang telah kami buat semalam melalui sosial media.
Aku
dapat bernafas lega ketika ia mengangguk, itu berarti ia hanya perlu mengganti
pakaian dan bersolek sedikit. Aku memutuskan untuk menunggunya di luar saja.
Beberapa
menit kemudian berlalu. Aku dapat melihat beberapa temanku yang lain telah
melintas di hadapanku. Mereka juga sedang mencari koneksi untuk internet. Kami
akan memilih beberapa mata kuliah melalui online dan pastinya kami akan berebut
untuk mendapatkan jam yang paling baik.
Ada
teman yang melihatku melamun lalu kemudian menyapaku, “Hai, mau ikut bareng
kami?” Katanya menawarkan. Aku bahagia lalu kemudian menyusul langkah mereka.
“Kau
menunggu dia kan? Mana dia?” Oh iya, hamper aku lupa tujuanku ke rumah ini.
Betapa lama aku menunggunya, padahal sedari tadi aku sudah bersiap. Takutnya,
wifi telah banyak yang menggunakan.
“Kalian
duluan saja. Aku sudah membuat janji untuk pergi bersama orang lain.” Kataku
lemas. Aku berbalik kembali ke rumah itu dan untungnya aku sudah melihatnya
keluar, bersiap-siap menggunakan sepatunya. Kami bisa pergi bersama pada
akhirnya.
Kami
tiba di tempat ini setelah perjalanan yang cukup melelahkan dengan berjalan
kaki. Benar saja, karena kami pergi agak siang, tempat ini telah penuh oleh
orang-orang pemburu wifi juga. Ah, sayang sekali.
Laptop
pun akhirnya aku buka, bersamaan dengan laptopnya. Aku berusaha mencari-cari
wifi yang memiliki koneksi yang kencang. Namun beberapa lama aku menunggu wifi
tersebut tidak sampai ke laptopku. Aku lupa, beberapa minggu terakhir laptopku
memang agak bermasalah. Mulai dari wallpaper yang tidak dapat diganti dan suara
yang tidak bisa terdengar ketika aku menyalakan music. Memang sudah sepantasnya
laptop tua ini segera berganti.
Dengan
hati yang kesal aku menutup kembali laptopku. Membawanya seakan aku hanya
membawa aksesoris yang tidak dapat digunakan. Kini aku hanya menggunakan
ponselku yang terhubung ke internet namun dengan baterai yang sangat minim
lagi.
Aku
bertanya pada teman sebelahku, “Sudah bisa masuk ke webnya?”
Hanya
helaan nafas berat dan gelengan yang aku terima.
Kejadian
itu sudah berlangsung hampir sejam kemudian, ponselku sudah mati dan aku sangat
bosen setengah mati di sini.
Aku
tanya lagi, “ Sudah masuk?”
“Belum
bisa,” seperti jawabannya yang terakhir kali aku dengar.
“Sini,
coba aku yang pasangkan,” aku menawarkan diri. Mencoba-coba laptop yang memang
susah untuk dipasangkan wifi karena banyaknya yang sedang menggunakan wifi ini.
Setelah sekitar setengah jam berlalu akhirnya kami bisa masuk ke web tersebut.
Aku
mengembalikan laptopnya, “Nih, coba isi punyamu dulu nanti aku pinjam,”
Dia
mengangguk lalu kemudian mengeluarkan selembar jadwal kuliah yang telah ia
susun mungkin beberapa waktu yang lalu. Aku kembali memperhatikan.
Lama
sekali. Lama sekali memilih jadwal dan tempat padahal ia sudah merencanakan
sejak lama.
“Lebih
baik di tempat ini atau ini?”
“Pagi
atau siang ya? Jika pagi nanti tidak bisa sarapan dulu, tapi jika siang nanti
kuliahnya ngantuk,”
“Apalagi
ya yang mau diambil?”
“Lebih
baik berapa sks?”
“Tahu
tidak ruangan ini?”
Aku
hanya bisa mendengus kesal sambil mendengarkan dan menjawab sekenanya,
“Terserah kamu aja,” lalu kemudian ia bingung kembali.
“Sudah?”
“Sebentar
lagi,” ia masih memikirkan beberapa hal. “Baterai laptopku sedikit lagi, bawa
charger?”
Aku
mengeluarkan charger yang memang sudah ku persiapkan sjak pagi. Tapi sayangnya
merk laptop kita berbeda.
“Berapa
lagi?”
“36%”
Aku
segera mengambil laptopnya karena ia sudah mengisi jadwal sejak tadi. Aku pun
bergegas mengambil mata kuliah yang biasanya menjadi rebutan lalu kemudian
mengambil mata kuliah wajib. Sangat cepat. Saking cepatnya aku bahkan tidak
memikirkan dan tidak tahu dimana ruangan yang aku pilih berada. Pikiranku hanya
satu. Setelah mengisi aku bisa tenang.
Kemudian
ketika aku mengedit beberapa karena saking asalnya. Aku menatap temanku.
“Kok
ini susah di klik?” Aku panic.
Beberapa
waktu kemudian layarnya mati.
“Habis
baterai.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar