Sabtu, 12 September 2015

Hemat Ekstrim Mahasiswa



Mahasiswa. Sebuah panggilan bagi manusia yang sedang mencari ilmu di sebuah perguruan tinggi. Bisa juga dikatakan sebagai derajat paling tinggi bagi seorang pelajar setelah menempuh beberapa fase.

Maka dari itu terkadang banyak mahasiswa yang rela menuntut ilmu ke sebuah lembaga perguruan tinggi yang jauh dari rumahnya. Mereka dianggap sudah dewasa, sudah mandiri dan mampu menjaga dirinya sendiri di daerah orang lain.

Ketika berada di perantauan tanpa keluarga, sahabat terdekat bahkan tetangga tidak jarang mereka selalu mengalami kesulitan. Baik itu dimulai dari home sick (sebuah gejala merindukan rumah dan suasana di dalamnya), sakit dan tidak ada yang merawat atau masalah dengan memanage keuangan. Mahasiswa yang masih dalam perantauan biasanya masih diberi jatah uang bulanan dari keluarga.

Karena merasa bebas dan tidak ada yang mengawasi, terkadang mereka kurang bisa memanage keuangan mereka sendiri. Alhasil ketika awal bulan mereka bisa berfoya-foya, beda lagi ceritanya jika akhir bulan yang berlangsung. Isi dompet mulai menipis dan akhirnya harus belajar ekstra hemat.

Ada juga mahasiswa yang memang berasal dari keluarga yang tidak mampu dan memiliki kesempatan untuk belajar. Dalam menjalani kehidupan sehari-harinya di dunia perantauan tersebut, mereka mengandalkan dana yang berasal dari beasiswa yang diikutinya. Tentu saja dana tersebut tidak dapat diprediksi dengan tepat kapan akan bisa cair dan digunakan. Maka dari itu, hidup hemat mahasiswa sangat dibutuhkan untuk tetap menunjang kehidupan serta aktivitas mereka di kampus.

Banyak hal yang biasanya mereka lakukan, diantaranya tidak makan makanan yang mahal untuk dibeli, mereka lebih memilih memasak, atau karena alasan sedang ingin diet. Banyak melakukan puasa sunnah, meskipun sebenarnya tujuan dari beribadah itu tidaklah dibenarkan. Atau mungkin tidak membeli apapun dan minta pada temannya yang sedang makan, sebenarnya ini sedikit mengganggu.

Ada sebuah cerita tentang seorang mahasiswa yang super hemat. Alasan yang bisa ku tangkap adalah karena dana beasiswa yang ia dapatkan sebagian ia kirimkan untuk keluarganya. Jadi, ia hanya memiliki dana yang sedikit untuk biaya sehari-hari di perkuliahan. Karena itu dia sangat hemat dalam hal makan. Keheranan yang didapatkan pertama kali adalah ketika ia bercerita mengenai dana yang biasa ia keluarkan setiap hari.

Besarnya biaya yang dikeluarkan hanya cukup untuk sekali makan di sini, itu pun dengan lauk yang seadaanya. Sedangkan orang lain pada umumnya bisa menggunakan dana empat kali lipat darinya, ditambah jajan dan sebagainya.

Tapi ia? Bagaimana bisa? Ternyata ceritanya adalah ia selalu membeli makan di tempat yang sangat murah. Ia hanya makan sedikit untuk pagi dan kemudian membagi nasinya untuk ia makan di waktu berikutnya.

Sangat hemat, bahkan aku tidak dapat membayangkan bagaimana jika ia ingin membeli sesuatu untuk jajan? Selain makan untuk kenyang tentu kita juga ingin makan sesuatu yang disukai. Suatu ketika pula, saat seseorang sedang khawatir mengenai dana yang ia miliki tidak cukup untuk beberapa minggu ke depan dan ia meminta saran. “Tenang saja, banyak yang masak juga kan? Kamu bisa minta,” jawabnya.

Memang hal yang paling sulit adalah mencari lauk untuk dimakan. Ketika ditanya makanan yang disukai, ia hanya menjawab, “Makanan yang gratis.” Prinsip utamanya makan untuk kenyang. Aku pernah menasehatinya bahwa selain untuk energy, makan juga harus bergizi dan ia hanya menjawab yang penting bisa beraktivitas hari itu.

Aku tidak bisa menyalahkannya, jujur aku kagum dengan sikap juangnya selama di kampus. Meskipun dengan keterbatasan, ia bisa bertahan. Jika aku menjadi dia, aku mungkin akan dengan cepat menyerah karena tidak bisa menahan godaan baslok yang aku sukai meskipun harganya terbilang murah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar