Minggu, 06 September 2015

Masalahnya adalah Aku



Aku bertanya. Lagi dan lagi.
Namun mereka selalu memberikan jawaban yang hampir sama. Jawaban yang tidak sesuai dengan keinginanku.
Aku seorang perempuan, memiliki seorang teman laki-laki yang baik. Dulu ketika masih muda kami sekelas dan menjadi teman diskusi mengenai pelajaran yang baik. Bahkan menjadi tempat bertanya yang baik pula, ia bertanya mengenai pelajaran yang tidak ia mengerti padaku sedangkan aku bertanya mengenai pemahaman agama yang masih sedikit ku miliki. Kami saling berbagi.
Pada akhirnya, kelas pun selesai. Kami menempuh perjalanan hidup masing-masing. Aku di Bogor sedangkan ia kini berada di Bandung. Sama-sama menyandang status sebagai seorang mahasiswa yang ingin mengubah bangsanya. Setidaknya nama kota yang kami tempati memiliki awalan huruf yang sama.
Namun keterpisahan jarak tidak lantas membuat kami menjadi asing. Kami masih saling mengirimkan pesan, meskipun itu tidaklah sering. Namun terkadang, pesan itu datang.
Selalu diawali dengan ‘Assalamu’alaikum’ ia memulai pesan singkatnya. Terkadang karena kesibukan yang selalu kami miliki di kampus, pesan itu lama sekali untuk terbalas.
Namun setidaknya kami masih seperti itu. Jika aku lupa untuk menanyakan kabarnya, ia yang mengirimiku pesan terlebih dahulu untuk menanyakan kabarku. Hanya sebatas itu.
Terkadang, kami juga saling berbagi sesuatu. Informasi mengenai keadaan kampus masing-masing, berbagi ilmu yang kami terima maupun bertanya sesuatu. Untuk yang terakhir sebetulnya aku yang sering bertanya sesuatu mengenai hukum-hukum agama, yang harus dilakukan ketika bertemu dengan situasi yang sulit. Karena pada akhirnya kami memiliki bidang ilmu masing-masing yang tidak dapat disamakan. Aku mengingat kata-kata ketika ia berkata bahwa akan kulaih dengan mengambil jurusan dunia akhirat. Kini di sanalah ia berada, sesuai keinginannya.
Aku selalu bertanya pada teman-temanku. Apakah yang aku lakukan ini adalah sebuah perbuatan yang tidak diperbolehkan? Interaksi antara ikhwan dan akhwat. Seingatku kami hanya menjaga silaturahmi dengan menyandang status sebagai seorang teman.
Namun aku takut jika aku yang menginginkan sesuatu yang lebih dari itu. Bukan sebuah hubungan yang serius, hanya perasaanku yang tidak dapat aku jaga. Hanya aku, ya sepertinya hanya aku yang berpikiran seperti itu.
Beberapa temanku menyarankanku untuk tidak lagi berkomunikasi dengannya. Aku tahu, alasannya sudah tentu menjaga diri, menjaga perasaan supaya dia tidak berkembang jauh lagi. Tapi tidak bisa, sepertinya aku tidak bisa.
Apa yang harus aku katakan padanya? Apakah aku harus memutuskan pertemanan ini? Aku tidak ingin menjadi teman yang jahat. Kalian tidak mengerti posisiku saat ini. Kami berteman. Kami menjaga. Masalahnya bukan karena pertemanan ini atau dia. Masalahnya adalah aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar