Selasa, 13 Oktober 2015

Sepucuk Surat yang Tidak Tersampaikan

Sepucuk surat yang tidak pernah terkirimkan bagai kata-kata yang tidak terungkapkan. Banyak hal yang ingin dikatakan namun semuanya seolah tertahan. Lidah yang tidak bertulang menjadi kelu tanpa alasan.

Aku mengerti saat itu. Ketika coretan demi coretan itu kian banyak, menumpuk dalam ingatan. Aku hanya bisa menuangkannya melalui tulisan yang hanya ku simpan dalam kenangan.

Siang hari yang panas itu semuanya keluar. Dirimu yang ada dalam kilatan bayangan tampak terlihat dari belakang. Aku menulis surat, membayangkan kita berbincang bersama dan tidak ada yang bisa menghentikannya.

Semuanya. Keluh kesah yang biasanya selalu ku curahkan pada sepertiga malam kini keluar. Tepat dihadapanmu yang menjadi aktor utama dalam peran.

Maafkan aku atas tulisan menyakitkan yang tertulis dalam surat itu. Surat yang tidak pernah ku maksudkan untuk terkirim melalui awan. Aku jahat, ya begitulah persepsi terhadap diri sendiri.

Tapi ada tangan lain yang mendorongku untuk melakukan. Dengan harapan kau bisa interopeksi terhadap dirimu sendiri. Ya, itu yang ku inginkan tapi aku takut bukan itu yang ku dapatkan.

Aku tidak mengerti arti persahabatan. Apakah merasa nyaman atau merasa terabaikan seperti ini? Aku tidak tahu. Dulu, kau yang beritahuku bahwa kita memiliki sebuah ikatan.

Kini aku hanya tersenyum dengan kenangan-kenangan. Betapa perubahan itu sangat tidak membuatku senang. Aku menjelajah dalam impian, berusaha mempertahankan sebuah persahabatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar