Jumat, 19 Juni 2015

Malam Pertama Ramadhan di Perantauan

Ramadhan. Ah aku benar-benar merindukan suasana itu. Saat tarawih bersama. Saat berbuka dan sahur bersama. Saat bersama-sama bersama keluarga. Itulah yang sebenarnya aku inginkan di Ramadhan tiap tahunnya. Bersama keluarga.

Berbeda dengan Ramadhan tahun ini dan kemarin, kemungkinan tahun berikutnya juga akan seperti ini. Mengawali awal bulan penuh berkah ini di tempat perantauan, Bogor.

Kejadian mengejutkan sempat terjadi. Hal ini diakibatkan karena belum tahunya suasana Ramadhan di tempat ini. Rencanaku untuk mengawali malam Ramadhan dengan makan beberapa makanan yang aku sukai harus menjadi sia-sia ketika warung makan sepanjang jalan yang ku lalui ternyata penuh dengan antrian. Kejadian yang sama juga ketika aku akan membeli ayam goreng untuk menu sahur.

"Maaf, ayamnya kehabisan. Bisa tunggu 8 menit lagi untuk menggoreng?" kata Mbak penjual ayam goreng. Sementara di tempat lain sudah tutup dan antriannya panjang.

Aku belum shalat maghrib. Sudah cukup lama aku berjalan kaki sepanjang sore. Aku memutuskan pulang dan membeli mie saja.

Akhirnya aku hanya ikut makan sambil melihat teman-teman serumahku makan.

"Malam ini tarawih berjamaah di sini kan?" Tanyaku setelah melihat waktu sebentar lagi akan segera adzan isya.

"Malam pertama Ramadhan tarawih di Al Hurriyyah yuk?" ajak salah seorang. Semua orang menyetujuinya, termasuk aku.

Tapi, waktu tidak menunjukkan keberpihakan kita. Perjalanan dari kostan menuju Al Hurriyyah membutuhkan waktu yang cukup lama namun detik-detik menuju adzan isya mulai tiba.

Yang lainnya sudah berangkat terlebih dahulu, sementara aku dan temanku tertinggal.

Ketika keluar rumah, adzan sudah terdengar.

"Allohuakbar Allohuakbar ... "

"Bagaimana ini?" Tanyanya bingung padaku. Aku malah semakin bingung diberi pertanyaan seperti itu.

"Kita tarawih di mesjid terdekat yuk," saranku. Ia menyetujuinya. Kami pun mulai berjalan di sebuah gang. Ketika sudah melewati gang lain kami berhenti.

"Kamu tahu jalannya?" Tanyaku, karena semenjak tadi aku mengikuti langkahnya.

"Tidak," jawabnya.

"Sepertinya lewat sini, dengarkan saja suara adzannya," kataku memberi solusi terbaik. Ia menyetujuinya. Kami pun berjalan memasuki sebuah gang sempit sambil mendengarkan adzan.

Tiba-tiba kami bertemu dua orang ibu-ibu memakai mukena yang sedang berjalan berlawanan arah dengan kami.

"Kita ikuti ibunya yuk?" Saranku lagi. Ia setuju.

Kami pun mengikuti kedua ibu-ibu barusan dan ternyata kami kembali ke jalan yang tadi sempat dilalui.

Tibalah kami di suatu masjid dan tepat seperti dugaanku masjidnya sudah penuh bahkan hingga ada yang shalat di luar halaman.

"Jan, aku mau wudhu dulu, tadi batal di jalan," kata temanku. Aku pun mengantarnya ke tempat wudhu dan ternyata tempatnya dipenuhi laki-laki.

Ada pilihan lain.

"Kita ke masjid di seberang saja yuk, di sana ada tempat wudhu khusus perempuan," Aku mengajaknya berjalan kembali tidak terlalu jauh dan sama saja di sana juga sangat penuh. Tapi setidaknya temanku bisa wudhu dengan tenang di sini.

Aku menyuruhnya wudhu terlebih dahulu, sementara aku mencari tempat kosong.

Ia memasuki tempat wudhu.

Pandanganku ku edarkan ke sekitar. Shalat isya sudah dimulai dan aku belum menemukan sebuah tempat untuk kami berdua. Betapa terkejutnya aku melihat ke arah jalan menuju tempat wudhu sudah dipenuhi orang-orang yang sedang shalat. Saking penuhnya. Bagaimana ia nanti keluar jika tercegat orang-orang shalat?

Aku menemukannya dalam pandanganku sedang berusaha keluar melewati pinggir jalan. Ia berhasil.

"Shalat di dekat tangga saja, itu masih ada yang kosong," aku menemukan sebuah tempat namun sayangnya akses menuju tempat itu cukup sulit. Tidak ada jalan lain kecuali melewati tangga laki-laki. Kami pun menuju ke sana.

Tangganya pun digunakan untuk shalat! Subhanallah sekali awal Ramadhan ini, banyak yang shalat tarawih.

Kami mencari pilihan lain dengan mencari di sekitar halaman masjid. Aku menemukan satu tempat untuk seorang, temanku juga. Kami akhirnya berpisah.

Aku lupa membawa sajadah, untungnya ibu disampingku dengan baik hati berbagi sajadah denganku.

Akhirnya bisa shalat tarawih juga di perantauan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar